Selasa, 01 Februari 2011

Penggunaan Antimotilitas (Loperamid ) pada Diare Akut Akibat Infeksi

PENGGUNAAN ANTIMOTILITAS (LOPERAMIDE) PADA DIARE AKUT AKIBAT INFEKSI



Di Indonesia penyakit diare merupakan penyakit endemis dan tahunan yang biasa menyerang ketika musim hujan tiba. Hal ini disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan disekitarnya sehingga ketika ada salah satu warga terkena diare akan menyebar ke warga yang lain. Di tiap-tiap kabupaten maupun provinsi dalam setahun masih ditemukan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare, hal ini menggambarkan bagaimana masyarakat hidup dengan resiko terkena diare yang besar bila tidak menjaga kebersihan. Penderita diare harus segera diberikan terapi pengobatan bila dibiarkan berlanjut tanpa terapi yang benar akan berakibat fatal.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam, yang berlangsung kurang atau paling lama 15 hari. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare terbagi menjadi 2 berdasarkan mula dan lamanya yaitu diare akut dan diare kronik. Dalam keadaan normal, tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa mencapai lebih dari 90%.
Diare akut adalah diare yang waktu terjadinya gejala tiba-tiba dan berlangsung singkat (< 48-72 jam) disebabkan oleh infeksi (virus dan bakteri), keracunan makanan atau obat, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu (orang dewasa) sedangkan pada bayi dan anak 2 minggu, merupakan fase lanjut dari diare akut. Bakteri penyebab diare antara lain: Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus, V. cholerae serta E. Coli (ETEC dan EIEC), sedangkan virus antara lain: Adenovirus dan Rotavirus.
Secara klinis diare akut karena infeksi dibagi menjadi 2 golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah. Pasien dengan diare akut akibat infeksi akan sering mengalami mual, muntah, nyeri perut, dan demam. Kekurangan cairan akan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, kulit menjadi keriput serta suara menjadi serak. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun yang menimbulkan anuria sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan nekrosis tubular akut. Tujuan pengobatan diare akibat infeksi yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit, menghilangkan simtom (gejala), menghilangkan penyebab utama dan menghindari terjadinya gangguan kedua.
Adapun strategi terapi diare akut akibat infeksi yaitu : rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, pasien diberikan oralit atau ringer laktat, kemudian dilakukan identifikasi penyebab diare apakah termasuk jenis diare koleriform atau disentriform, selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah. Terapi simtomatik (gejala) salah satunya obat anti diare golongan antimotilitas dan sekresi usus dari golongan opiat salah satunya adalah Loperamide (ImodiumÒ) dan yang terakhir adalah melakukan terapi definitif dengan pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan antara lain higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi melalui vakinasi.
Loperamide merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat dan bertahan lebih lama.
Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini, begitu pula untuk pasien dengan penyakit hati hati disarankan tidak menggunakan obat ini.
Loperamide dapat dikombinasikan dengan antibiotika (amoksisilin, fluoroquinolon, kotrimoksazol) untuk semua diare akibat infeksi bakteri atau virus kecuali infeksi Shigella, Salmonella, dan kolitis pseudomembran karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dan epitel usus. Disamping itu loperamide juga tidak berinteraksi dengan antibiotika-antibiotika tersebut.
Obat pilihan :
Nama generik : Loperamide HCl
Nama paten : ImodiumÒ (Janssen-Cilag)
Nama dagang Indonesia : Alphamid (Alpharma), Amerol (Tempo), Antidia (Bernofarm),
Colidium (Solas), Diadium (Lapi), Imomed (Medikon), Imore
(Soho), Inamid (Nufarindo), Loremid (Meprofarm), Motilex
(Kalbe Farma), Normudal (Combiphar), Renamid (Fahrenheit).
Indikasi : untuk pengobatan diare akut dan diare kronik
Kontraindikasi : hipersensitivitas dengan loperamid, hambatan peristaltik, bayi
dan anak < 2 tahun, hindari penggunaan sebagai terapi utama
untuk disentri akut, ulseratif kolitis akut, bacterial enterocolitis
dan kolitis pseudomembran.
Bentuk sediaan : kaplet dan tablet salut selaput 2 mg.
Dosis dan aturan pakai : anak-anak : – diare akut maksimal 16 mg per hari
2-5 tahun (13-20 kg) : 1 mg 3 kali per hari
6-8 tahun (20-30 kg) : 2 mg 2 kali per hari
8-12 tahun (> 30 kg) : 2 mg 3 kali per hari
pemeliharaan : 0,1 mg/kg BB sesudah BAB
- diare kronis maksimal 4-12 mg per hari
< 5 tahun : 1 mg 4 kali per hari
> 5 tahun : 2 mg 4 kali per hari
pemeliharaan : 2 mg per hari sesudah BAB
dewasa : – diare akut, dosis awal 4 mg diikuti 2 mg
sesudah BAB maksimal 16 mg/hari,
- diare kronis dosis awal seperti diare akut
diikuti 4-8 mg/hari sesudah BAB maksimal
16 mg/hari.
Efek samping : nyeri abdominal (perut), mual, muntah, mulut kering,
mengantuk, pusing, ruam kulit, dan megakolon toksik.
Resiko khusus : pada pasien yang sedang hamil pada trimester pertama resiko
penggunaan obat ini adalah termasuk kategori C, di mana
penelitian pada wanita (manusia) belum tersedia.
Tidak direkomedasikan untuk wanita menyusui karena
loperamid dapat masuk ke jaringan payudara (susu).
Tidak boleh untuk pasien dengan kolitis ulserativ parah, karena
megakolon toksik dapat terjadi.
Anonim, 2006, MIMS, edisi bahasa Indonesia volume 7, PT Info Master, Jakarta, 28-30.
Dipiro, Josep T, 2005, Pharmacotherapy Pathophysiologic Approach, sixth edition, The McGraw-Hill Companies Inc., 677-683
Katzung, Bertram G, 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi pertama, Salemba Medika, Jakarta, 553.
Mansjoer,Arif dkk.,2001, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid I, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 500-507.
Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta, 271-279.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar